Kisah Tentang Bersyukur: Abu Qilabah, Sahabat yang Selalu Bersyukur

Kisah tentang bersyukur – Di suatu masa, terdapat seorang sahabat yang menginspirasi bernama Abu Qilabah. Kisah Abu Qilabah ini adalah cerita tentang pengharapan, ketabahan, dan rasa syukur yang tulus. Melalui perjalanan hidupnya yang penuh cobaan, kita dapat belajar untuk selalu bersyukur atas apa pun yang telah diberikan dan tetap sabar menghadapi segala kesulitan.

Kisah ini diceritakan oleh Abdullah bin Muhammad, yang menuturkan peristiwa ini melalui penuturannya kepada Ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqat. Abdullah bin Muhammad mengisahkan,

“Suatu hari, saya berada di perbatasan daerah Arish, di negeri Mesir. Saya melihat sebuah kemah kecil yang tampak milik seseorang yang sangat miskin. Saya pun mendekati kemah tersebut untuk melihat apa yang ada di dalamnya.

Di sana, saya menjumpai seorang lelaki yang tak biasa. Kondisinya sangat menyedihkan, dengan tangannya dan kakinya lumpuh, telinganya sulit mendengar, matanya buta, dan hanya lisannya yang masih berfungsi.

Dari bibirnya, lelaki itu berdoa,

“Ya Allah berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Dan Engkau sangat muliakan aku dari ciptaan-Mu yang lain.”

kisah tentang bersyukur: Abu Qilabah, sahabat yang selalu bersyukur

Kuatnya Rasa Syukur dan Iman Abu Qilabah

Saya pun mendekatinya dan berkata, “Wahai saudaraku, nikmat Allah mana yang engkau syukuri?” Dengan penuh rendah hati, pemilik kemah itu menjawab, “Wahai saudara, diamlah. Demi Allah, jika Allah mendatangkan lautan, pasti akan menenggelamkanku. Atau jika datang gunung berapi, pasti aku akan terbakar. Atau jika langit dijatuhkan kepadaku, pasti akan meremukkan tubuhku. Aku tidak akan mengucapkan kecuali rasa syukur.”

Saya bertanya lagi, “Bersyukur atas apa?” Pemilik kemah itu menjawab dengan tulus, “Tidakkah engkau melihat bahwa Allah telah memberiku lidah yang senantiasa berzikir dan bersyukur? Selain itu, aku memiliki seorang anak yang selalu menuntunku ke masjid saat waktu shalat tiba, bahkan dia yang memberiku makan. Namun, ia belum pulang selama tiga hari. Bisakah engkau mencarinya untukku?”

Saya menyanggupinya dan pergi mencari anaknya. Setelah beberapa saat mencari, saya menemukan jasadnya yang dikelilingi oleh singa. Anaknya telah menjadi korban pemangsa buas.

Saya bingung bagaimana memberitahu pemilik kemah tentang nasib yang menimpa anaknya. Saya kembali dan berkata kepadanya, “Wahai saudaraku, apakah engkau pernah mendengar kisah Nabi Ayub?” Pemilik kemah itu menjawab, “Ya, aku mengetahuinya.” Saya melanjutkan, “Allah menguji Nabi Ayub dengan kehilangan harta. Bagaimana dia menghadapi cobaan itu?” Ia menjawab, “Dia tetap sabar.” Saya bertanya lagi, “Allah juga menguji Ayub dengan kefakiran. Bagaimana dia menghadapinya?” Ia menjawab, “Dia tetap sabar.” Saya kembali bertanya, “Ayub juga diuji dengan kematian semua anaknya. Bagaimana dia menghadapinya?” Ia tetap sabar.” Saya berkata lagi, “Dia juga diuji dengan penyakit pada tubuhnya. Bagaimana dia menghadapinya?” Ia menjawab dengan pertanyaan, “Dia tetap sabar. Sekarang katakan padaku, di mana anakku?”

Lalu, saya berkata dengan hati bergetar, “Putramu telah kutemukan di antara gundukan pasir, tubuhnya telah dimangsa binatang buas. Semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan memberimu kesabaran.”

Kemudian, pemilik kemah ini berkata, “Alhamdulillah, semoga Allah tidak menurunkan keturunan yang durhaka kepada-Nya, sehingga anakku tidak akan dihukum di Neraka.” Setelah menghela nafas panjang, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Saya meletakkannya di pangkuanku, bingung dengan apa yang harus dilakukan. Saya merasa sendirian dan tak tahu bagaimana mengurus jenazahnya.

Tiba-tiba, melintaslah empat orang lelaki berkuda. Mereka bertanya, “Wahai saudara, apa yang terjadi padamu?” Saya menceritakan pengalaman saya dan meminta bantuan mereka untuk mengurus jenazah sang lelaki. Mereka bertanya, “Siapa dia?”

Ketika saya membuka penutup wajahnya, mereka terkejut, menciuminya, dan menangis. Mereka berkata, “Maha suci Allah! Ini adalah wajah yang selalu sujud kepada Allah. Mata yang selalu menundukkan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah. Tubuhnya selalu bersujud saat orang lain tidur.”

Saya bertanya, “Apakah kalian mengenalnya?” Mereka menjawab, “Tidakkah engkau mengenalnya?”

Saya menjelaskan bahwa saya tidak tahu siapa lelaki itu. Mereka berkata, “Ini adalah Abu Qilabah, sahabat Ibnu Abbas. Dia adalah orang yang ditawari jabatan hakim oleh khalifah, tetapi dia menolaknya.”

Jabatan hakim atau qadhi pada masa itu adalah jabatan yang mulia, di mana orang yang mendudukinya akan menegakkan hukum dan memberikan keputusan dalam perselisihan manusia. Namun, Abu Qilabah menolaknya dan memilih untuk tinggal di wilayah Mesir hingga ajal menjemputnya dalam keadaan seperti ini.

Kemudian, Abdullah bin Muhammad dan keempat lelaki itu memandikan, mengkafani, dan menshalatkannya sebelum akhirnya menguburkannya. Dalam kisah lain dikisahkan bahwa Abu Qilabah adalah sahabat terakhir Rasulullah pada masa itu, sehingga khalifah ingin menjadikannya seorang hakim.

Dalam kisah Abu Qilabah ini, kita belajar tentang pentingnya bersyukur dalam segala kondisi. Meskipun Abu Qilabah memiliki banyak keterbatasan dan cobaan hidup yang berat, dia tetap bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya. Ia menghargai lisan yang masih bisa berdzikir dan bersyukur, serta mempunyai anak yang saleh.

Hikmah dari kisah Abu Qilabah ini mengajarkan kita untuk senantiasa mensyukuri apa pun yang kita miliki, baik dalam keadaan suka maupun duka. Kita tidak boleh melupakan betapa besar nikmat yang Allah berikan kepada kita, meskipun terkadang kita merasa terbatas atau diuji dengan cobaan hidup yang berat.

Dalam bersyukur, kita juga diajarkan untuk bersabar dalam menghadapi cobaan dan kesulitan. Seperti Nabi Ayub dan Abu Qilabah yang tetap sabar meskipun mengalami cobaan yang berat. Kesabaran akan membantu kita melewati masa-masa sulit dengan tegar dan memperoleh ketenangan dalam hati.

Kisah Abu Qilabah ini menjadi pelajaran berharga bagaimana kita harus mensyukuri setiap nikmat Allah, baik yang besar maupun yang kecil. Kita tidak boleh mengabaikan hal-hal kecil yang seringkali dianggap remeh, karena di balik itu terdapat rahmat dan kebaikan yang telah Allah anugerahkan kepada kita.

Semoga kisah tentang bersyukur Abu Qilabah ini menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang penuh rasa syukur, sabar, dan tidak mengeluh terhadap segala cobaan yang Allah berikan. Dengan bersyukur dan bersabar, kita akan meraih kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup ini, serta mendapatkan keberkahan dan ridha-Nya.

Sumber: https://kisahmuslim.com/3327-kisah-indah-orang-shalih-abu-qilabah.html